Mengaji Islam – Setiap muslim pasti ingin melaksanakan ibadah haji rukun Islam yang ke-5. Ada yang rela menabung hingga puluhan tahun supaya impian itu terwujud walaupun menunggu begitu lama. Berbicara tentang haji admin saat ini ingin membahas sesuatu yang menarik, yaitu tempat jemaah haji melempar jumrah.
Dalam rukun haji melempar jumrah itu ada tata cara khusus untuk melakukannya. Maka sangat penting untuk kita bahas tentang ini, supaya tidak salah kaprah ketika nanti Allah izinkan kita untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah. Amiiin
Table of Contents
Jumrah: Sejarah, Waktu dan Tempat Pelaksanaan dan Tata Caranya
Sejarah Syariat Ibadah Haji Melempar Jumrah
Sebelum kita membahas detail tentang tempat jemaah haji melempar jumrah, ada pembahasan menarik yaitu sejarah lempar jumrah. Berikut ini ceritanya:
Ablah Muhammad Al Kahlawi menceritakan kisah tentang asal usul lempar jumrah dalam buku “Rujukan Utama Haji dan Umrah Untuk Wanita”. Sebuah kisah yang melibatkan keberanian Nabi Ibrahim, istrinya Hajar, dan putra mereka, Nabi Ismail.
Allah SWT menguji Ibrahim melalui mimpi yang maha menantang. Dalam mimpi tersebut, Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih putranya sendiri, Nabi Ismail. Dengan tegar, Ibrahim menghadapi putranya, bertanya tentang mimpinya, dan tanpa ragu, Ismail dengan penuh keberanian menjawab, siap untuk menerima takdir Allah SWT.
Saat Ibrahim hendak melaksanakan perintah Ilahi, setan mencoba menggoda pikirannya. Namun, teguh dalam keimanan, Ibrahim menolak godaan setan dengan melemparkan batu kecil, yang menandai tempat jumrah ula berada.
Setan tidak berhenti di situ. Ia mencoba menggoda Hajar, istri Ibrahim, tetapi Hajar, seperti suaminya, menolak dengan tegas. Dengan keyakinan yang sama, Hajar juga melemparkan batu kecil, yang mengenai jumrah Wustha.
Usahanya gagal, setan berbalik ke Nabi Ismail, tetapi juga sia-sia. Meskipun masih muda, Ismail telah menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah SWT. Dengan keberanian yang luar biasa, Ismail melemparkan batu ke arah setan, menandai tempat jumrah ‘Aqabah.
Inilah awal kisah dramatis lempar jumrah, sebuah ritual penting dalam ibadah haji di Mina. Tindakan melempar batu oleh Nabi Ibrahim, Ismail, dan Hajar menjadi simbol keberanian dan keteguhan dalam menghadapi godaan setan, serta pengabdian yang mendalam kepada Allah SWT.
Baca juga artikel : Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum
Waktu dan Tempat Jemaah Haji Melempar Jumrah
Setelah kita bahas sejarah lempar jumrah, sekarang kita bahas waktu dan tempat jemaah haji melampar jumrah. Untuk lebih mantab admin paparkan dalil-dalilnya terlebih dulu:
Dalil I
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا: { لَمْ يَزَلِ اَلنَّبِيُّ ( يُلَبِّي حَتَّى رَمَى جَمْرَةَ اَلْعَقَبَةِ } رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Dari Ibnu ‘Abbas dan Usamah bin Zaid berkata, “Nabi saw selalu bertalbiyah sampai beliau melempar jumrah ‘Aqabah.” [HR. Bukhari, no. 1686 – 1687 dan Muslim, no. 1281]
Faedah Dalil I
- Sunnah bagi jamaah haji untuk tetap melafalkan talbiyah hingga saat mereka melakukan lemparan jumrah ‘Aqabah.
- Menurut mayoritas ulama, talbiyah berhenti ketika akan memulai ritual pelemparan jumrah ‘Aqabah, yakni saat mereka mencapai Jumrah ‘Aqabah.
- Bagi para jamaah umrah, pengucapan talbiyah berakhir sebelum memulai thawaf. Alasan di balik hal ini adalah karena talbiyah merupakan respons terhadap panggilan ibadah dan penanda akan memulai ibadah, sehingga pengucapan talbiyah harus berakhir sebelum memulai ibadah tersebut.
Dalil II
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ ( { أَنَّهُ جَعَلَ اَلْبَيْتَ عَنْ يَسَارِهِ, وَمِنًى عَنْ يَمِينِهِ, وَرَمَى اَلْجَمْرَةَ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ وَقَالَ: هَذَا مَقَامُ اَلَّذِي أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ سُورَةُ اَلْبَقَرَةِ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra, ia menepatkan Baitullah (Ka’bah) sebelah kirinya dan Mina sebelah kanannya dan melempar dengan tujuh batu. Ia berkata, “Di sinilah tempat turunnya surah Al-Baqarah kepada Nabi saw.” [HR. Bukhari, no. 1749 dan Muslim, no. 1296, 307]
Baca juga artikel : Makna Wala Taiasu Min Rauhillah
Faedah Dalil II
- Pelaksanaan jumrah itu harus dengan melempar batu kecil tidak hanya menempatkan batu di sumur/kolam jumrah.
- Jamrah memiliki beberapa arti: batu kecil, kumpulan batu, dan sumur/kolam yang menjadi sasaran pelemparan (kolam ini ada sejak tahun 1293 Hijriyah). Oleh karena itu, jumrah adalah target dalam pelemparan yang sekarang berbentuk kolam.
- Hadits ini menyoroti Jumrah ‘Aqabah, yang merupakan jumrah terdekat ke arah Makkah dan satu-satunya yang pelaksanaannya pada hari Idul Adha. Jumrah ‘Aqabah disebut Jumrah Kubra karena posisinya yang penting.
- Tempat di mana surah Al-Baqarah turun, karena surah ini membahas banyak hukum haji, termasuk pelemparan jumrah.
- Hadits ini menggarisbawahi bahwa melakukan lempar jumrah ‘Aqabah menghadap ke arah jumrah tersebut, dengan Kabah di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan. Ini penting karena menunjukkan keberkahan dalam menunaikan ritual tersebut.
Dalil III
وَعَنْ جَابِرٍ ( قَالَ: { رَمَى رَسُولُ اَللَّهِ ( اَلْجَمْرَةَ يَوْمَ اَلنَّحْرِ ضُحًى, وَأَمَّا بَعْدَ ذَلِكَ فَإِذَا زَادَتْ اَلشَّمْسُ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Jabir ra, “Rasulullah saw melempar jumrah di hari raya qurban saat waktu Dhuha. Namun, setelah itu beliau melemparnya bila matahari tergelincir.” [HR. Muslim, no. 1299, 314]
Faedah Dalil III
- Hadits ini menegaskan bahwa waktu terbaik untuk melempar Jumrah ‘Aqabah adalah setelah matahari terbit pada hari Nahr (10 Dzulhijjah), sesuai dengan praktik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Orang sakit, lanjut usia, dan yang menemani mereka boleh untuk meninggalkan Muzdalifah setelah pertengahan malam dan kemudian melempar Jumrah ‘Aqabah.
- Jumhur Ulama menyatakan bahwa waktu pelemparan Jumrah ‘Aqabah adalah hingga matahari tenggelam. Terutama bagi mereka yang kesulitan, seperti jamaah haji wanita, mereka dapat melakukan pelemparan dari waktu Dhuha hingga bakda Ashar.
- Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan bahwa siapa pun yang melempar Jumrah ‘Aqabah sebelum tenggelam matahari telah melakukannya pada waktunya.
- Hadits ini memperjelas bahwa pelemparan Jumrah yang tiga (Ula, Wustha, dan ‘Aqabah) dilakukan pada hari tasyrik, tepatnya ketika masuk waktu Zhuhur setelah zawal, sesuai dengan praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Perbedaan dalam waktu pelemparan Jumrah antara tanggal 10 Dzulhijjah (waktu Dhuha) dan hari tasyrik (ketika masuk Zhuhur) menunjukkan variasi dalam hukum. Ini menunjukkan bahwa ibadah tidak selalu berdasarkan logika semata.
- Sebagian ulama berpendapat bahwa pelemparan jumrah pada seluruh hari tasyrik masih diperbolehkan sebelum Zhuhur (sebelum zawal), bahkan pada hari nafr (pergi dari Mina pada Nafr Awal). Namun, lebih baik dan hati-hati jika pelemparan jumrah dilakukan pada hari tasyrik, seperti yang dipegang oleh Imam Malik, Syafii, Ahmad, dan Abu Hanifah dalam riwayat yang masyhur.
Dalil IV
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا { أَنَّهُ كَانَ يَرْمِي اَلْجَمْرَةَ اَلدُّنْيَا, بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ, يُكَبِّرُ عَلَى أَثَرِ كُلِّ حَصَاةٍ, ثُمَّ يَتَقَدَّمُ, ثُمَّ يُسْهِلُ, فَيَقُومُ فَيَسْتَقْبِلُ اَلْقِبْلَةَ, فَيَقُومُ طَوِيلاً, وَيَدْعُو وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ, ثُمَّ يَرْمِي اَلْوُسْطَى, ثُمَّ يَأْخُذُ ذَاتَ اَلشِّمَالِ فَيُسْهِلُ, وَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ اَلْقِبْلَةِ, ثُمَّ يَدْعُو فَيَرْفَعُ يَدَيْهِ وَيَقُومُ طَوِيلاً, ثُمَّ يَرْمِي جَمْرَةَ ذَاتِ اَلْعَقَبَةِ مِنْ بَطْنِ اَلْوَادِي وَلَا يَقِفُ عِنْدَهَا, ثُمَّ يَنْصَرِفُ, فَيَقُولُ: هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ ( يَفْعَلُهُ } رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ .
Dari Ibnu ‘Umar ra, ia melempar Jumrah Ula dengan tujuh batu kecil, mengiringi dengan takbir di setiap lemparan, kemudian maju dan mencari tanah yang rata. lalu berdiri menghadap kiblat, kemudian berdoa dengan mengangkat tangan dan berdiri lama. Lalu melempar Jumrah Wustha, kemudian mengambil arah kiri untuk mencari tempat yang rata. Ia berdiri menghadap kiblat, kemudian berdoa mengangkat tangan dan berdiri lama. Kemudian melempar Jumrah ‘Aqabah dari tengah lembah. Ia tidak berdiri di situ dan langsung kembali. Ia mengatakan, “Seperti inilah aku melihat Rasulullah saw melakukannya.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 1751]
Faedah Dalil IV
- Jumrah Ula, yang disebut sebagai Jamrah Dunya, adalah jumrah yang terletak dekat dengan Masjid Al-Khaif.
- Nabi saw selalu mencari posisi yang memudahkan pelemparan tanpa melukai jamaah lain.”
- Setelah melempar Jumrah Ula, Nabi saw berdiri lama sambil berdoa dengan mengangkat tangan.
- Ketika melempar Jumrah Wustha, Nabi saw mengambil arah ke kiri untuk mencari tempat yang datar, lalu berdoa menghadap kiblat sambil mengangkat tangan dalam doa yang panjang.
- Pelemparan jumrah menggunakan tujuh batu untuk setiap jumrah. Hal ini adalah syarat sah oleh mayoritas ulama, karena Nabi saw melempar tujuh kali.
- Urutan Jumrah: pertama, jumrah dekat Masjid Al-Khaif (Jumrah Ula); kedua, jumrah kedua (Jumrah Wustha); dan ketiga, jumrah terakhir (Jumrah ‘Aqabah).
- Sunnag untuk membaca takbir setiap melempar jumrah dan ketika selesainya.
- Cara melempar jumrah melibatkan maju sedikit saat melempar Jumrah Ula untuk menghindari kerumunan, menghadap kiblat, dan mengangkat kedua tangan sambil berdoa. Kemudian, saat melempar Jumrah Wustha, maju ke sisi kiri dan berdiri untuk berdoa seperti sebelumnya.
- Melempar Jumrah ‘Aqabah dari dalam lembah, tanpa berdiri untuk berdoa setelahnya, sesuai dengan praktek Nabi saw.