Lima Sila (Pancasila) telah disebutkan dengan jelas dalam Naskah alinea ke-4 preamble (Mukadimah) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Ia adalah amanat cita-cita mulia dari para pendiri bangsa dalam membangun dasar sebuah nation (negara) besar ber-Bhinneka Tunggal Ika, “Berbeda-beda tetapi tetap satu” yang sekarang kita kenal bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi kita sebagai orang Islam, jiwa yang terkandung dalam Pancasila bukanlah sesuatu yang asing lagi dan bukan pula sesuatu yang merugikan. Tak ada kehendak ingin menggntinya, karena apa yang telah disuarakan Pancasila merupakan bagian dari nilai-nilai Universal Islam.
Setiap sila pada ideologi negara Indonesia ini sangat sesusai dengan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an. Berikut adalah bukti bahwa pancasila sangat erat berkaitan dengan ayat-ayat dalam Al’Qur’an:
Table of Contents
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama adalah pondasi dari sila-sila berikutnya, yang menandakan bahwa Indonesia ini adalah negara yang mengakui adanya Tuhan Sang Pencipta. Komunisme atau ateisme ditolak di negeri ini, karena bertentangan dengan ideologi negara. Sila pertama sangat erat sekali dengan ayat-ayat tauhid (keesaan) dalam Al-Qur’an, seperti:
QS. Al-Ikhlas: 1
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ
“Katakanlah (Muhammad saw) bahwa Dialah Allah Yang Maha Esa.”
Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab Tafsir Al-Qur`an Al-Adzim; Yakni Dialah Tuhan Yang Satu, Yang Esa, Yang tiada tandingan-Nya, tiada pembantu-Nya, tiada lawan-Nya, tiada yang serupa dengan-Nya, dan tiada yang setara dengan-Nya. Lafadz ini (Yang Esa) tidak boleh dinisbatkan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Karena Dia Yang Maha Sempurna dalam sifat dan perbuatan-Nya.
Masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang lain bernada sama dalam menjelaskan Ke-Esa-an Allah yang terintregrasi dengan sila pertama Pancasila:
QS. Al-Baqarah: 163
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ ۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
QS. An-Nisa’: 171
إِنَّمَا ٱللَّهُ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ
“Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa.”
QS. Al-Ma’idah: 73
لَّقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٍۢ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.”
QS. Al-An’am: 19
قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ
“Katakanlah; Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa.”
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Seorang muslim wajib berakhlaq yang baik dalam prilaku maupun bertutur kata serta menegakkan keadila kepada siapapu. Karena Allah telah mengajarkannya dalam Al-Qur’an:
QS. Al-Ma’idah: 8
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Jangan sampai kemarahan dan permusuhan kepada suatu kaum menjadikan kalian meninggalkan keadilan. Jadikanlah keadilan itu selalu ada dalam hubungan dengan setiap insan, teman ataupun musuh. Keadilan lebih mendekatkan kalian kepada ketakwaan.
QS. Al-Baqarah: 195
وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
QS. An-Nahl: 90
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
QS. Al-Mumtahanah: 8
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Islam sangat menjunjung tinggi keadilan, harus ditegakkan kepada siapapun tak memandang agama, ras, suku dan golongan. Bila ada orang Islam melakukan kejahatan maka harus ditegakkan hukum seadil-adilnya begitu juga yang lainnya.
Sila Ke Tiga: Persatuan Indonesia
Islam adalah agama yang mendamaikan tidak memecah dan memusuhi. Bila nilai-nilai ke-Islaman menancap kuat dalam suatu negeri, maka segala perbedaan dan pemusuhan akan sirna. Seperti yang terjadi di Madinah yang dihuni oleh 2 suku Arab (Aus dan Khazraj) yang terus bermusuhan hingga menjelang Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah. Ketika Islam datang di Madinah, perseturan antar 2 suku itu hilang dan bersatu dalam naungan Islam yang penuh rahmat.
Baca juga artikel : Bhinneka Tunggal Ika dalam kaca mata Islam
QS. Al-Hujurat: 9
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.”
QS. Al-Hujurat: 10
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍۢ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia sungguh Kami telah ciptakan kalian dari seorang laiki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal satu sama lain. Sunggu yang paling mulia di hadapan Allah adalah orang yang paling bertakwa kalian, Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha Banyak Khabar.”
Penjelasan Surat Al-Hujurat ayat 13 sudah kami jelaskan pada pembahasan Kedaulatan Rakyat.”
Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan/Perwakilan
QS. Ali Imran: 159
فَبِمَا رَحْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Imam Wahbah Zuhaili menukil perkataan Abu Athiyah yang merumuskan hikmah dari ayat 139 ini berbunyi: “Musyawarah adalah pokok syariat Islam dan keteguhan dalam berhukum, siapa saja dari kalangan ahli ilmu dan agama yang tidak bermusyawarah (dalam menentukan hukum atau syariat) maka wajib ditinggalkan.
QS. Asy-Syura: 38
وَٱلَّذِينَ ٱسْتَجَابُوا۟ لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Dua ayat di atas menjelaskan bahwa Islam mengajarkan untuk selalu bermusyawarah dalam memutuskan suatu perkara. Dalam bermusyawarah wajib menggunakan hati yang lapang untuk bisa menghargai dan menerima keputusan yang terbaik. Hal ini juga terintregrasi dengan sila ke-4 Pancasila.
Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
QS. Az-Zukhruf: 32
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍۢ دَرَجَٰتٍۢ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًۭا سُخْرِيًّۭا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌۭ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat memperkerjakan yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Imam Qatadah (salah satu mufasir) dan banyak dari ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini menjelaskan: Allah mencipatakan keadaan sosial yang berbeda-beda (ada yang kaya dan miskin) antar manusia, supaya yang kaya atau yang memiliki kekuatan harta bisa memberikan pekerjaan dan juga mengeluarkan zakat untuk membantu yang miskin.
Bila difahami lebih dalam lagi maka bisa diambil pemahaman, setiap orang yang berstatus sosial lebih tinggi tidak boleh dzolim kepada yang lebih rendah. Zakat wajib mereka keluarkan demi terciptanya keadilan sosial bagi masyarakat.
Islam tidak anti pancasila, Islam sangat pancasilais. Siapa menjadi seorang muslim yang taat pada agamanya maka bisa dipastikan dia adalah orang yang pancasilais juga. Jangan ada lagi tuduhan bahwa orang Islam anti pancasila dan ingin menghapusnya.