Ada yang pernah dengar istilah tawasul? Atau sudah ada yang pernah melakukannya? Warga Nahdiyyin pasti tak asing lagi dengan istilah ini dan sering malakukannya. Tawasul dengan datang ke kuburan wali, shalawat, dzikir, do’a dan ada pula yang tawasul dengan amal shalih.
Tapi berbicara tentang tawasul, sodara-sodara kita masih banyak berdebat panjang dan tidak berujung hingga hari ini. Silakan saksikan di youtube, atau web dan blog-blog saling balas argumen antara pihak yang pro tawasul dan yang kontra.
Sekarang coba kita cari tahu apa sih sebenarnya tawasul itu?
Arti tawasul adalah mendekatkan diri atau memohon kepada Allah SWT dengan cara melalui wasilah (perantara) yang memiliki kedudukan baik di sisi Allah SWT.
Contoh tawasul dengan amal shalih sudah pernah dilakukan oleh orang-orang bani Isra’il. Nabi pun juga menceritakannya dalam hadits yang panjang. Dalam riwayat itu ada 3 orang bani Isra’il terjebak dalam gua yang tertutup batu dan mereka tak mampu membukanya. Maka mereka berdo’a kepada Allah tapi dengan meyebutkan amalan-amalan baik mereka dengan tujuan Allah segera mengabulkan do’anya.
Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma, katanya: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat berpergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya.
Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
Seorang dari mereka itu berkata: “Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya, baik kepada keluarga ataupun hamba. Kemudian pada suatu hari saya pergi mencari kayu (yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak). Saya belum pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur.
Selanjutnya sayapun terus memerah minuman untuk keduanya dan saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada orang lain sebelum keduanya, baik kepada keluarga atau hamba. Seterusnya saya tetap menantikan mereka bangun dan gelas tetap di tangan saya, sehingga fajarpun terbit, anak-anak kecil menangis karena kelaparan dan mereka ada di dekat kedua kaki saya.
Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keridhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini.” Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
Yang lain berkata: “Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak paman wanita -sepupu wanita- yang merupakan orang yang sangat aku cintai dari manusia lain -dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orang-orang lelaki yang amat sangat kepada wanita- kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperoleh kesulitan.
Baca juga artikel : Islam kejawen menurut MUI
Ia pun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus duapuluh dinar padanya dengan syarat ia harus menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku -maksudnya berhubungan intim. Ia berjanji sedemikian itu.
Setelah saya dapat menguasai dirinya -dalam sebuah riwayat lain disebutkan: Setelah saya dapat duduk diantara kedua kakinya- sepupuku itu lalu berkata: “Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin (maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini) melainkan dengan haknya (yakni dengan perkawinan yang sah).
Lalu saya pun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya.
Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu berkata: “Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga bertambah banyaklah hartanya tadi.
Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya.
Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itupun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan.
Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu lalu membuka lagi dan merekapun keluar dari gua itu. Muttafaqun ‘Alaihi
Korelasi hadits ini dengan masalah tawasul adalah, menyebutkan kebaikan amal yang ikhlas dengan tujuan agar do’a kita mudah dikabulkan oleh Allah itu boleh dilakukan dan dibenarkan oleh Islam.
Hikmah lain yang tersirat pada riwayat ini antara lain;
- Mulianya berbaikti kepada kedua orang tua.
- Zina adalah dosa besar, siapa yang meninggalkannya maka akan mendapat kemuliaan dari Allah.
- Wajibnya memberikan upah kepada pekerja. Rasulullah juga pernah bersabda bahwa membayar jeripayah pekerja itu sebelum keringatnya kering.
- Seorang yang bertakwa dan beramal shalih akan mendapat pertolongan dari Allah
Semoga artikel tawasul dengan amal shalih ini dapat menambah wawasan kita, amiiin.
Tinggalkan komentar