Dinamika politik Indonesia selalu menawarkan kisah yang seru dan mendalam, terutama ketika kita menyelami ranah politik yang terkait erat dengan nilai-nilai keagamaan. Kita sering kali menyaksikan fenomena yang menarik perhatian: politisasi agama dalam pemilu.
Politik dan agama, dua entitas kuat ini, seringkali saling berpaut satu sama lain dalam perebutan kekuasaan. Di dalam konteks pemilihan umum, politisasi agama memainkan peran sentral, membentuk narasi dan pandangan publik terhadap calon dan partai politik. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini telah menjadi bagian integral dari proses politik kita.
Pertanyaannya adalah, bagaimana politisasi agama memengaruhi esensi demokrasi? Apa implikasinya terhadap masyarakat serta kehidupan beragama? Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi fenomena politisasi agama dalam pemilu, menggali studi kasus terkini, dan mencari solusi yang dapat membawa keseimbangan di antara perbedaan keyakinan dan pilihan politik.
Table of Contents
Apa itu Politisasi Agama?
Untuk membahami apa itu politisasi agama perlu kiranya kita bedah dulu asal kata dari kalimat tersebut. Politisasi agama berasal dari 2 kata yaitu “politisasi” dan “agama”, berikut ini penjelasannya:
Arti Politisasi
Politisasi merujuk pada suatu proses atau tindakan yang membuat sesuatu bersifat politis atau terkait dengan urusan politik. Secara umum, politisasi mencakup aktivitas yang berhubungan dengan kekuasaan, baik untuk mempengaruhi, mengubah, atau mempertahankan, serta proses penentuan dan pelaksanaan tujuan dalam suatu negara.
Namun, politisasi dapat memiliki konotasi negatif ketika bertentangan dengan hukum atau peraturan kampanye politik, seperti yang terjadi dalam pelanggaran aturan kampanye yang melibatkan penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, atau tempat pendidikan.
Definisi Agama
Agama adalah panduan kepercayaan dan upacara bersumber dari kitab wahyu maupun leluhur yang membimbing orang dalam berhubungan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Sistem ini juga mencakup aturan-aturan yang terkait dengan tradisi dan cara pandang terhadap dunia (wikipedia).
Dari penjelasan makna 2 kata di atas dapat kita simpulkan bahwa “politisasi agama” adalah tindakan yang bersifat politik mengaitkan dengan agama tertentu. Politisasi agama bisa berkonotasi negatif bila melanggar atika atau aturan agama dan kampanye politik.
Politisasi Agama Dalam Sudut Pandang Islam
Sobat muslim, pesta demokrasi pemilihan presiden akan segera tiba, yaitu tanggal 14 Februari 2024. Baliho, atribut partai dan kegiatan-kegiatan kampanye sudah banyak terlihat di sekitar kita maupun di dunia maya.
Semua pendukung akan menggunakan banyak cara untuk memenangkan paslon pilihannya. Lantas ada yang menggunakan cara endorse influencer, kampanye dor to dor, melobi pejabat daerah hingga pemuka agama.
Lantas yang masih banyak diperbincangkan dan diperdebatkan adalah melobi pemuka agama dan menganggabnya sebagai politisasi agama. Sebenarnya boleh apa tidak sih agama menjadi tunggangan politik?
Definisi Politisasi Agama dan Dampak
Politisasi agama merujuk pada penggunaan agama dalam ranah politik, termasuk dalam pengambilan keputusan politik dan pembentukan kebijakan. Hal ini melibatkan penafsiran dan penggunaan ajaran agama untuk mendukung tujuan politik tertentu.
Dampak positif: Mungkin memobilisasi basis pemilih berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Politisasi agama mulai populer di Indonesia setelah kemerdekaan, terutama dalam merumuskan dasar politik dan kenegaraan. Walaupun ada yang berpendapat bahwa politisasi agama akan berdampak negatif seperti perpecahan dan masalah sosial lainnya, karena kebijakan lebih menonjolkan pada agama tertentu.
Kacamata Islam Dalam Memandang Politisasi Agama
Jika melihat pada definisi di atas bahwa politisasi agama dalam pemilu adalah mengikut sertakan agama tertentu dalam urusan politik. Seperti mengambil keputusan politik dan membuat kebijakan selalu menggunakan agama.
Islam memiliki padangan yang sudah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an yaitu:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةًۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ٢٠٨
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” QS. Al-Baqarah: 208
Sebagai seorang muslim pasti tidak asing dengan ayat ini, Allah ta’ala mewajibkan bagi setiap orang beriman untuk melaksanakan Islam secara menyeluruh. Maksudnya, setiap aspek kehidupan harus terikat dan sesuai dengan aturan Islam. Mulai dari ibadah, perilaku, perkataan, pekerjaan bahkan hingga urusan politik.
Menurut para tokoh terkait politisasi agama:
- Dalam perspektif Islam, politik merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dan dapat diintegrasikan dengan identitas keagamaan.
- Pandangan Islam menyatakan bahwa agama dan politik merupakan dimensi terintegrasi dalam kehidupan, dan keduanya tidak dapat dipisahkan.
- Islam menilai bahwa politik dan agama harus bersinergi untuk mencapai tujuan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kacamata Islam bahwa urusan politik akan melekat dengan kehidupan bermasyarakat. Sedangkan agama Islam mewajibkan setiap pemeluknya harus menyesuaikan urusan kehidupan dengan agamanya.
Maka politisasi agama dalam pemilu tingkat daerah ataupun lebih luas bisa dibenarkan. Dengan catatan tidak berlebihan sehingga merusak kehidupan beragama. Contoh seperti menganggap bahwa lawan politik yang berbeda adalah kafir, padahal partai atau paslon yang dipilih juga sama-sama muslim.
Politisasi Agama yang Sehat
Walaupun agama boleh menjadi arah politik tapi tetap ada batasan-batas yang wajib dipatuhi. Seperti berikut ini:
- Agama dapat berfungsi sebagai sumber nilai moral dan etika dalam politik.
- Pemanfaatan agama seharusnya bertujuan positif, seperti mendorong integritas dan keadilan sosial
- Melibatkan agama dalam politik seharusnya selaras dengan prinsip-prinsip bernegara.
- Politik yang inklusif memastikan partisipasi semua elemen masyarakat tanpa diskriminasi agama.
Sobat muslim semua jangan bimbang ketika kita menentukan pilihan pemimpin dengan dasar agama. Sebab semua itu diperbolehkan dalam agama kita, asal jangan melewati rambu-rambunya.