Dalam praktik keagamaan, kita sering mendengar anjuran untuk mengamalkan amalan tertentu berdasarkan hadits. Namun, bagaimana jika hadits yang dijadikan dasar amalan tersebut berstatus dha’if (lemah)? Apakah tetap boleh diamalkan dalam konteks keutamaan amal (fadhailul amal)? Artikel ini akan mengulas pandangan para ulama terkait hukum mengamalkan hadits dha’if fadhailul amal.
Baca juga artikel tentang: Malaikat Datang Setelah Mayit Ditinggalkan 7 Langkah: Fakta atau Mitos?
Definisi Hadits Dha’if dan Fadhailul Amal
- Hadits Dha’if: Hadits yang tidak memenuhi kriteria hadis shahih atau hasan, bisa disebabkan oleh sanad yang terputus, perawi yang lemah, atau adanya cacat tersembunyi lainnya.
- Fadhailul Amal: Amalan yang dianjurkan untuk dilakukan karena memiliki keutamaan, meskipun tidak diwajibkan.
Pandangan Ulama tentang Mengamalkan Hadits Dha’if dalam Fadhailul Amal
Pendapat yang Membolehkan dengan Syarat
Sebagian ulama membolehkan mengamalkan hadits dha’if dalam fadhailul amal dengan syarat-syarat tertentu:
- Tidak terlalu dha’if: Hadis tidak boleh sangat lemah hingga tidak dapat diterima.
- Tidak bertentangan dengan prinsip syariat: Amalan yang dianjurkan harus sesuai dengan ajaran Islam.
- Tidak diyakini sebagai sabda Nabi: Tidak disandarkan secara pasti kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar menyatakan:
“Para ulama ahli hadits, fikih, dan lainnya berpendapat bahwa boleh dan disunahkan mengamalkan hadis dha’if dalam fadhailul amal, targhib, dan tarhib selama hadis tersebut bukan hadits maudhu’.” (NU Online)
Syekh Muhammad ‘Awwamah juga menambahkan bahwa banyak ulama dari berbagai generasi yang berpendapat demikian.
Pendapat yang Melarang Secara Mutlak
Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits dha’if tidak boleh diamalkan sama sekali, baik dalam masalah hukum maupun fadhailul amal. Berikut ini beberapa pendapat ulama yang melarang mutlak:
Imam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa:
“Mengamalkan hadis dha’if dalam fadhailul amal adalah tidak diperbolehkan jika hadis tersebut sangat lemah dan tidak dapat dibenarkan.”
(Sumber: Rumaysho)
Imam Ibn Hazm dan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa menggunakan hadis dha’if untuk fadhailul amal adalah tidak dibolehkan, karena bisa mengarah pada pengakuan yang salah terhadap sabda Nabi.
“Hadis dha’if tidak bisa digunakan untuk amalan agama, baik dalam hal hukum atau fadhailul amal. Sebab, hadis yang lemah akan berpotensi menyesatkan.”
(Sumber: Almanhaj)
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim sangat berhati-hati dalam menggunakan hadis dha’if, bahkan mereka berpendapat bahwa hadis dha’if tidak boleh digunakan sama sekali dalam fadhailul amal.
“Hadis dha’if, walaupun dalam fadhailul amal, seharusnya tidak digunakan, karena bisa menyesatkan umat dan membuat mereka menganggap sesuatu yang tidak shahih sebagai bagian dari agama.”
(Sumber: Muslim.or.id)
Mereka beralasan bahwa hadits dha’if hanya mendatangkan prasangka yang lemah dan tidak dapat dijadikan dasar amalan yang diyakini sebagai ajaran Nabi Muhammad ﷺ.
Kesimpulan
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai penggunaan hadits dha’if dalam fadhailul amal. Sebagian ulama membolehkan dengan syarat-syarat tertentu, sementara sebagian lainnya melarangnya secara mutlak. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita disarankan untuk berhati-hati dan selalu merujuk kepada ulama yang terpercaya dalam menentukan amalan yang akan dilakukan.
Rekomendasi Amalan
Untuk memastikan amalan yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, sebaiknya:
- Mengutamakan hadits shahih: Gunakan hadits yang telah terverifikasi keshahihannya sebagai dasar amalan.
- Bertanya kepada ulama: Konsultasikan dengan ulama yang memahami ilmu hadits dan fiqh.
- Menghindari amalan yang tidak jelas: Hindari mengamalkan amalan yang tidak memiliki dasar yang jelas dari syariat.
Tinggalkan komentar