Di balik lembaran kisah Bani Israil dalam Al-Qur’an, terdapat pelajaran berharga tentang sikap manusia terhadap nikmat dan petunjuk Ilahi. Salah satunya terangkum dalam Al-Baqarah ayat 61, sebuah ayat yang menyentil sifat kufur nikmat dan kecenderungan manusia memilih kenikmatan duniawi yang rendah, ketimbang kebaikan hakiki dari Allah.
Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah, tapi juga cermin bagi kita hari ini—bagaimana mudahnya kita lalai mensyukuri nikmat, bahkan saat berada dalam limpahan karunia. Mari kita telaah lebih dalam pesan yang terkandung dalam ayat ini, melalui lensa tafsir para ulama klasik dan kontemporer.
Baca juga artikel tentang: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 60
Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 61
وَإِذْ قُلْتُمْ يَٰمُوسَىٰ لَن نَّصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَٰحِدٍ فَٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ مِنۢ بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ ٱلَّذِى هُوَ أَدْنَىٰ بِٱلَّذِى هُوَ خَيْرٌ ۚ ٱهْبِطُوا۟ مِصْرًا فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلْمَسْكَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلنَّبِيِّۦنَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ
Wa iż qultum yā mụsā lan naṣbira ‘alā ṭa’āmiw wāḥidin fad’u lanā rabbaka yukhrij lanā mimmā tumbitul-arḍu mim baqlihā wa qiṡṡā`ihā wa fụmihā wa ‘adasihā wa baṣalihā, qāla a tastabdilụnallażī huwa adnā billażī huwa khaīr, ihbiṭụ miṣran fa inna lakum mā sa`altum, wa ḍuribat ‘alaihimuż-żillatu wal-maskanatu wa bā`ụ bigaḍabim minallāh, żālika bi`annahum kānụ yakfurụna bi`āyātillāhi wa yaqtulụnan-nabiyyīna bigairil-ḥaqq, żālika bimā ‘aṣaw wa kānụ ya’tadụn
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” QS. Al-Baqarah: 61
Makna Kata
- {البقل} al-Baqlu
Artinya aneka sayur-sayuran. Bisa mencakup lobak, sawi, kentang, dan jenis sayuran lainnya. Bentuk jamaknya: buquul. - {القثاء} al-Qitstsa’
Ini merujuk pada mentimun atau sayuran sejenis yang biasa dimakan segar atau dijadikan lalapan. - {الفوم} al-Fūm
Ada dua pendapat tentang kata ini: sebagian menyebutnya gandum, sebagian lain menyebut bawang putih. Karena setelahnya disebut bawang merah (al-bashol), maka ada kemungkinan besar maknanya adalah bawang putih. - {َأتَسْتَبْدِلُونَ} a tastabdilūn
Arti sederhananya: “Apakah kalian mau menukar?” Yakni, meninggalkan sesuatu yang lebih baik untuk mencari penggantinya yang lebih rendah nilainya. - {أدْنَىٰ} adnā
Bermakna lebih rendah, atau lebih sedikit manfaatnya. Seperti ketika Bani Israil ingin menukar makanan istimewa dari Allah (manna dan salwa) dengan makanan biasa seperti sayuran dan gandum. - {مِصْرًا} miṣran
Mengacu pada sebuah kota. Ada pendapat yang menyebut ini sebagai bentuk sindiran untuk Bani Israil ketika mereka tersesat di padang pasir karena menolak berjuang melawan kaum yang zalim. Akibatnya, mereka kehilangan kesempatan untuk masuk ke Tanah Suci (al-Quds/Palestina). - {ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ} ḍuribat ‘alaihimudz dzillah
Artinya mereka diliputi oleh kehinaan. Sebuah gambaran tentang keadaan yang memalukan dan rendah karena perbuatan mereka sendiri. - {وَالمَسْكَنَةُ} al-maskānah
Artinya kemiskinan, kehinaan, dan kondisi hidup yang terpuruk. - {وَبَاءُوا بِغَضَبٍ} wa bā’ū bi ghaḍab
Mereka pulang dengan membawa kemurkaan dari Allah. Setelah semua usaha dan perjalanan panjang mereka, yang didapat justru murka-Nya—seburuk-buruk keadaan yang bisa menimpa seseorang. - {ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ} dzālika bi-annahum
Kata “dzālika” mengacu pada semua musibah yang menimpa mereka—kehinaan, kemiskinan, dan murka Allah. Itu semua terjadi karena mereka kufur terhadap ayat-ayat Allah, bahkan sampai membunuh para nabi. Huruf ba’ di sini menunjukkan sebab-akibat. - {الإعتداء} al-i’tidā’
Artinya melampaui batas. Mereka keluar dari jalan kebenaran menuju kebatilan, dari kebaikan ke kemungkaran, dan dari keadilan menuju kezaliman.
Tafsir
Ayat ini mengisahkan bagaimana kaum Bani Israil — setelah selamat dari penindasan Firaun dan mendapakan makanan surgawi berupa manna dan salwa — malah merasa bosan. Mereka meminta kepada Nabi Musa as. agar makanan istimewa itu diganti dengan makanan biasa seperti sayur-mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah. Padahal, makanan dari Allah itu jauh lebih baik secara kualitas dan manfaat.
Menurut Al-Hasan Al-Bashri, permintaan ini muncul karena mereka terbiasa dengan makanan seperti itu saat masih di Mesir. Mereka tidak sabar menikmati rezeki langit, dan malah merindukan kehidupan lama mereka yang penuh keterbatasan. Ini menunjukkan betapa kuatnya keterikatan mereka terhadap dunia dan kenikmatan jasmani.
Mengenai kata fuum dalam ayat ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengartikannya sebagai bawang putih, ada juga yang menyebut gandum—bahan dasar roti. Intinya, permintaan mereka adalah makanan yang lebih rendah kualitasnya dibanding karunia Allah sebelumnya.
Penolakan Nabi Musa
Nabi Musa menanggapi permintaan ini dengan sindiran tajam:
“Maukah kalian menukar sesuatu yang lebih baik dengan yang lebih rendah?”
Ia bahkan menyuruh mereka pergi ke kota biasa untuk mendapatkan apa yang mereka minta. Ini menunjukkan bahwa makanan seperti itu bukan sesuatu yang perlu dimohonkan kepada Allah, karena bisa ditemukan di mana saja.
Hukuman: Kehinaan dan Murka Allah
Karena sikap kufur nikmat dan pembangkangan yang berulang-ulang, Allah menimpakan kehinaan, kemiskinan, dan kemurkaan kepada mereka. Mereka dihina di mana pun berada, dikenai pajak atau jizyah, dan selalu hidup dalam kondisi tertindas. Ini bukan sekadar hukuman materi, tapi juga sosial dan spiritual.
Kenapa semua itu terjadi? Allah menjelaskan:
“Karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah, membunuh para nabi tanpa alasan yang benar, dan terus-menerus durhaka serta melampaui batas.”
Bani Israil bukan hanya menolak kebenaran, tapi juga tega membunuh utusan-utusan Allah. Dalam satu riwayat disebutkan, mereka pernah membunuh tiga ratus nabi dalam satu hari, lalu tetap berjualan di pasar seperti biasa—seolah tak terjadi apa-apa.
Pelajaran Besar
Ayat ini jadi pengingat penting bagi kita: jangan remehkan nikmat Allah, sekecil apa pun itu. Jangan sampai kita menukar karunia yang tinggi nilainya dengan keinginan sesaat yang remeh. Dan yang paling penting, sikap sombong, menolak kebenaran, serta melampaui batas bisa membawa pada murka Allah yang amat dahsyat—di dunia maupun di akhirat.
Hikmah Surah Al-Baqarah Ayat 61
Berikut adalah poin-poin hikmah yang bisa kita ambil dari Surah Al-Baqarah ayat 61 dan relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:
- Syukuri nikmat sekecil apa pun
Jangan meremehkan rezeki yang Allah beri, karena nikmat yang sederhana pun bisa lebih berkah dari yang tampak mewah. - Jangan mudah bosan dengan kebaikan
Kadang kita terbiasa dengan yang baik lalu merasa jenuh. Padahal yang membosankan itu bisa jadi justru yang terbaik untuk kita. - Jangan menukar yang lebih baik demi yang tampaknya lebih enak
Seperti Bani Israil yang memilih sayuran daripada makanan dari langit. Jangan tergoda meninggalkan nilai untuk kenyamanan sesaat. - Terlalu cinta dunia bisa menjerumuskan
Obsesi terhadap kesenangan duniawi bisa membuat kita melupakan karunia spiritual dan hikmah dari Allah. - Belajar sabar menerima takdir dan ujian Allah
Manna dan salwa adalah karunia, tapi mereka mengeluh. Belajarlah untuk tidak cepat mengeluh saat diuji dengan kesederhanaan. - Hindari sikap kufur nikmat
Mengabaikan karunia Allah dan terus mengeluh bisa mengundang murka-Nya, baik di dunia maupun akhirat. - Menolak kebenaran bisa berujung kehinaan
Sikap keras kepala terhadap perintah Allah hanya akan membawa kerugian dan rasa hina dalam hidup. - Berhati-hatilah dengan sikap membangkang dan melampaui batas
Allah menyebut pelanggaran mereka sebagai bentuk ‘melampaui batas’—yang bisa menjadi penyebab datangnya azab. - Bersikap rendah hati terhadap kebenaran
Jangan angkuh terhadap wahyu dan nasihat kebaikan. Sombong adalah salah satu akar dari kehancuran Bani Israil. - Jangan biarkan kesalahan masa lalu jadi kebiasaan
Bani Israil terbiasa hidup dalam pola lama dan menolak perubahan, hingga akhirnya terus mengulang kesalahan.











Tinggalkan komentar