Surat Al-Baqarah merupakan surat kedua dalam Al-Qur’an yang memiliki banyak hikmah dan ajaran bagi umat Islam. Surat ini mengandung pedoman hidup yang penting bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Admin secara khusus pada artikel ini akan membahas Surat Al-Baqarah ayat 6, karena ayat 1-5 sudah kita bahas di artikel sebelumnya.
Tujuan membahas fokus Surat Al-Baqarah ayat 6 adalah untuk menggali makna dan pesan yang terkandung di dalamnya. Khususnya tentang kondisi orang yang sudah tertutup hatinya dari hidayah. Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang sudah dalam keadaan kafir, sudah menutupi kebenaran dan nikmat Allah. sehingga tidak peduli apakah mereka mendapat peringatan atau tidak. Oleh karena itu, penting untuk memahami makna Ayat 6 ini agar dapat menjalani hidup dengan lebih mendekati petunjuk Allah.
Table of Contents
Tafsir Al-Baqarah Ayat 6
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Innallażīna kafarụ sawā`un ‘alaihim a anżartahum am lam tunżir-hum lā yu`minụn
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.” (QS. Al-Baqarah: 6)
Makna Kata
الَّذِيْنَ كَفَرُوْا : Orang-orang kafir, kata kafir dalam bahasa Arab berarti menutup sesuatu. Jadi makna orang kafir pada ayat ini adalah orang yang menutup kebenaran atau menutup hati untuk mendapat hidayah dari Allah. Orang kafir juga bisa berarti petani, karena seorang petani menutup biji dengan tahan ketika menanamnya. Namun pada ayat ini tidak dalam konteks tersebut, melainkan fokus pada makna orang kafir yang menutup hatinya dari kebenaran.
Tafsir
Orang yang menutup hatinya dari keimanan kepada Allah dan rasul-Nya tidak bisa dinasehati sekalimpun oleh seorang rasul seperti Nabi Muhammad saw. Sebab mereka lebih mengedepankan kesombongan mereka dan tidak menggunakan akal sehat.
Mereka lebih bangga menjalankan apa yang telah diwariskan oleh nenek monyang (yaitu penyembahan berhala) daripada beriman kepada Allah yang menciptakan segalanya. Padalah ajaran leluhur mereka tidak memiliki dasar ilmu atau bukti yang kuat.
Meskipun Nabi Muhammad saw membawakan bukti dan mukjizat di hadapan orang-orang kafir Qurays, mereka akan tetap menolak beliau. Tidak hanya itu, mereka juga akan mengolok-olok Rasulullah saw dengan sebutan gila, penyihir atau tukang sya’ir.
كَذَٰلِكَ مَآ أَتَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّن رَّسُولٍ إِلَّا قَالُوا۟ سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ
“Demikianlah tidak seorang rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila” (QS. Adz-Dzariyat: 52)
Padahal kita tahu prestasi dan track record Nabi Muhammad saw masa mudanya di Makkah tidak pernah berbohong hingga berjuluk Al-Amin. Beliau adalah seorang yang bijaksana tidak pernah berbuat buruk, hingga mampu menyatukan qabilah-qabilah Qurays yang ingin saling berperang.
Tapi kenapa ketika menyampaikan kebenaran Islam yang ada bukti wahyu dari Allah mereka langsung menolak dan menghina beliau? Jawabannya adalah Al-Baqarah ayat 6, mereka telah menutup hati, mata dan telingan untuk menerima kebenaran.
Hikmah Surat Al-Baqarah Ayat 6
Jika kita ingin mendapat petunjuk dari Allah, maka harus selalu membuka hati, mata dan telinga untuk kebenaran. Ini tidak bisa serta-merta terbuka, melainkan kita sendiri yang membuka. Dengan cara memaksakan untuk terus mendekatkan hati kepada Allah. Mengarahkan pandangan kepada kebenaran-kebenara dan jangan pernah melirik kesesatan atau dosa. Dan buka telinga lebar-lebar panggilan-panggilan Allah bukan bisikan-bisakan setan dari jin maupun manusia.
Jangan pernah memiliki sifat sombong (menolak kebenaran dan meremehkan manusia). Karena sombong adalah senjata setan untuk melemahkan iman, sebagaimana iblis yang tesesat karena kesombongannya.
Kebenaran wajib kita terima dari siapapun entah dari anak kecil atau orang yang mungkin ilmunya masih jauh dari kita. Jika apa yang disampaikan itu benar maka mutlak kita harus menerima dengan hati yang terbuka.
Ada kata mutiara Arab yang begitu indah mengingatkan kita tentang hal ini:
أُنْظُرْ مَا قَالَ وَلاَ تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
“Perhatikan apa yang dia katakan dan jangan kamu perhatikan siapa yang berkata”
Kebenaran bisa datang dari mana saja dan tugas kita sebagai orang meriman adalah menerima dan mengamalkan kebenaran tersebut.
[…] Baca juga artikel : Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 6 […]